
Over Dimension Over Load (ODOL) sering digunakan untuk menyebut kendaraan yang melanggar aturan terkait berat muatan dan/atau dimensi fisik kendaraan.
Namun, saat ini terdapat kesalahpahaman yang kerap muncul terkait istilah tersebut.
Padahal, antara over dimension dan overload, terdapat perbedaan baik dari segi pengertian maupun sanksi hukum yang dikenakan.

Brigjen Bakharuddin Muhammad Syah, Direktur Keamanan dan Keselamatan Korps Lalu Lintas Polri, menjelaskan bahwa perbedaan antara over dimension dan overload terletak pada jenis sanksinya. “Over dimension truknya dipanjangkan, lumayan dipanjangkan satu meter, itu jangan. Itu adalah kejahatan tindak pidana, kalau overload adalah pelanggaran pakai tilang,” kata Bakharuddin di Bekasi, belum lama ini.
“Tapi kalau melibatkan bak atau bodi truk adalah kejahatan pidana. Jadi mohon tidak dilakukan,” ujarnya.
Secara singkat, over dimension merujuk pada kondisi kendaraan yang dimensinya melebihi batas standar, misalnya dengan memperpanjang bak atau bodi truk.
Tindakan ini masuk dalam kategori kejahatan pidana karena mengubah struktur kendaraan dari spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.
Sementara itu, overload berarti kendaraan membawa muatan melebihi kapasitas berat maksimal yang diizinkan.

Pelanggaran ini masuk dalam ranah pelanggaran lalu lintas biasa dan dikenakan sanksi berupa tilang.
Bakharuddin mendorong agar praktik truk ODOL segera dihentikan.
Selaras dengan itu, Korlantas Polri bersama kementerian dan lembaga terkait terus menggencarkan operasi Zero ODOL.
Strategi ini mencakup edukasi kepada pengemudi, peningkatan sanksi, serta pelatihan keselamatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Tujuan akhirnya adalah menciptakan sistem transportasi barang yang lebih selamat, tertib, dan bebas dari dampak buruk praktik over dimension maupun overload di jalan raya.