
Kemenhub) bersama pemangku kepentingan lainnya menggelar diskusi bersama Asosiasi Pengemudi Angkutan Barang di Kantor Pusat Kemenhub.
Hal ini dilakukan sebagai respons atas aksi unjuk rasa para pengemudi truk yang terjadi di beberapa daerah sejak dimulainya sosialisasi penanganan kendaraan yang melebihi dimensi dan muatan atau over dimension over load (ODOL).
Adapun tuntutan dari aksi para pengemudi mencakup persoalan tarif angkutan barang, perlindungan hukum dan jaminan sosial bagi pengemudi, pemberian sanksi dan denda yang juga menyasar pemilik barang serta pemilik kendaraan, hingga pemberantasan pungutan liar dan premanisme.
“Kami mencatat dan menerima aspirasi para pengemudi angkutan barang. Melalui kebijakan penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan ini, kami berharap dapat tercipta tata kelola angkutan logistik yang berkeadilan dan humanis,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Aan Suhanan, Selasa (24/6/2025).
Aan menambahkan, penanganan kendaraan ODOL dilatarbelakangi sejumlah kecelakaan fatal yang menimbulkan korban jiwa, seperti yang terjadi di Purworejo. Menurutnya, peristiwa tersebut telah menjadi perhatian Presiden Republik Indonesia, sehingga seluruh kementerian dan lembaga harus berkoordinasi dalam mencari solusi menyeluruh.

Selain keselamatan, ODOL juga menimbulkan berbagai dampak lain seperti kemacetan, kerusakan infrastruktur jalan, penurunan usia pakai kendaraan, peningkatan polusi udara, serta pemborosan bahan bakar minyak (BBM).
“Penanganan kendaraan ODOL ke depan akan mengedepankan pemanfaatan teknologi, mulai dari integrasi data angkutan barang secara elektronik hingga pengawasan dan pencatatan digital yang memudahkan para pemangku kepentingan,” ujar Aan.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan, Odo R.M. Manuhutu, menyatakan bahwa pemerintah turut mengedepankan aspek kesejahteraan bagi para pengemudi.
“Ke depan bersama Kemenhub, kami akan mengatur secara adil terkait standardisasi jam kerja pengemudi, standar upah, dan aspek lainnya yang berdampak pada kesejahteraan mereka,” kata Odo.
Odo menegaskan, meski isu ini bukan hal baru, penyelesaiannya membutuhkan pertimbangan menyeluruh dari sisi pengusaha maupun pengemudi. Melalui forum ini, aspirasi para pengemudi diharapkan bisa tertampung.

Lebih lanjut, Odo menambahkan, penanganan ODOL tidak bisa hanya difokuskan di hilir atau pada aspek penindakan. Justru, perlu dimulai dari hulu, yaitu regulasi yang berada di berbagai kementerian atau lembaga terkait.
“Kita harus menghindari dikotomi antara kepentingan barang dan keselamatan manusia. Jangan sampai keselamatan nyawa dikorbankan demi kepentingan ekonomi. Angkutan logistik harus berorientasi pada aspek keselamatan, keamanan, dan ketertiban lalu lintas,” tegasnya.
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho, yang turut hadir dalam diskusi, menyatakan bahwa sosialisasi bebas ODOL adalah bagian dari upaya menciptakan ketertiban berlalu lintas.
“Indonesia menuju bebas kendaraan lebih dimensi dan muatan dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti ekonomi, logistik, transportasi, dan lainnya. Tujuan akhirnya adalah menciptakan ketertiban dan keselamatan di jalan raya,” ujarnya.
Agus juga menjelaskan bahwa over dimension berbeda dengan over loading. Over dimension termasuk dalam kategori kejahatan lalu lintas yang dilakukan oleh pihak karoseri atau pengusaha, sementara over loading masuk dalam pelanggaran lalu lintas. Oleh karena itu, penanganannya pun akan berbeda.